Saatnya Guru-Guru Di Sekolah Juga Berlatih Meditasi
Amerika - Guru-guru di sekolah tidak hanya dituntut untuk dapat memberikan materi pelajaran dengan baik di kelas. Namun sering kali mereka juga harus "melatih diri" untuk lebih sabar dan berhati-hati dalam mengatasi perilaku murid didiknya. Tidaklah mengherankan jika seringkali terjadi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya dikarenakan mereka tidak mampu untuk mengontrol emosi mereka.
Baru-baru ini Universitas California, Sans Fransisco (USCF) melakukan study tentang pengaruh meditasi untuk pengendalian emosi guru. Guru-guru sekolah yang menjalani program singkat meditasi ini diharapkan akan dapat mengurangi depresi atau stress yang mereka rasakan. Pelatihan ini juga bertujuan agar guru-guru di sekolah dapat menjadi guru yang lebih penuh kasih dan dapat menyadari setiap perasaan orang lain, dalam hal ini murid didiknya.
Meditasi merupakan fitur dari banyak agama dan berbagai macam aliran spiritual. Meditasi telah dipraktekkan oleh jutaan orang di seluruh dunia sebagai bagian dari keyakinan spiritual mereka yang diyakini dapat meringankan masalah psikologis dan meningkatkan kesadaran diri serta untuk membersihkan pikiran.
Sejauh ini banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh meditasi terhadap perubahan positif dalam tekanan darah, metabolisme dan mengatasi rasa sakit. Akan tetapi masih jarang diketahui tentang perubahan emosi tertentu yang merupakan hasil dari praktek meditasi tersebut.
Studi yang dilakukan oleh USCF ini dirancang untuk menciptakan teknik baru untuk mengurangi emosi destruktif sekaligus dapat meningkatkan perilaku sosial dan perubahan emosional yang lebih positif.
"Temuan menunjukkan bahwa peningkatan kesadaran sebagai proses mental dapat mempengaruhi perilaku emosional," demikian kata Margaret Kemeny, PhD, penulis sekaligus direktur Program Kesehatan Psikologi dari Departemen Psikiatri USCF.
"Studi ini sangat penting karena memberikan kesempatan kepada kita untuk melakukan refleksi dan kontemplasi yang tampaknya hal ini mulai memudar dari budaya hidup kita yang kini serba cepat," tambahnya.
Program ini diikuti oleh 82 guru sekolah dan semuanya adalah perempuan antara 25 sampai 60 tahun. Guru-guru perempuan yang memilihh untuk mengikuti program meditasi ini dikarena pekerjaan mereka yang senantiasa menimbulkan stress. Mereka berharap dengan program ini dapat melatih keterampilan meditasi mereka, bermanfaat untuk kehidupan mereka sehari-hari, dan secara khusus dapat menularkannya kepada murid-murid di kelas, dengan demikian akan membawa manfaat spiritual bagi murid-murid dikelas.
Studi ini muncul setelah bertemu dengan Dalai Lama
Ide tentang studi ini muncul tahun 2000 sejak diadakannya pertemuan antara ulama Buddha, ahli-ahli perilaku dan ahli-ahli yang konsern pada masalah emosi. Pertemuan yang diadakan di kediaman Dalai Lama ini juga di hadiri oleh Paul Ekman, PhD, seorang profesor dari USCF yang juga pakar dalam dunia emosi. Mereka secara bersama-sama merenungkan topik tentang emosi ini dan pada saat itu pula Dalai Lama mengajukan sebuah pertanyaan penting yang melatarbelakangi diadakannya studi dan program intensif tentang meditasi di USCF.
"Dalam dunia modern, mungkinkah versi sekuler kontemplasi Buddist dapat mengurangi emosi yang berbahaya?", denikian pertanyaan Dalai Lama kala itu.
Dan dari sejak itulah, Ekman dan seorang sarjana Buddha Alan Wallace mengembangkan program 42 jam, delapan minggu program pelatihan yang mengintegrasikan praktek meditasi sekuler dengan teknik belajar dari studi ilmiah tentang emosi. Ada tiga kategori dalam pelatihan meditasi ini :
Melatih konsentrasi secara berkelanjutan, memfokuskan perhatian pada pengalaman mental atau sensorik tertentu;
Melatih kesadaran yang melibatkan perhatian pada tubuh dan perasaan seseorang;
Melakukan praktek secara langsung yang dirancang untuk menumbuhkembangkan empati dan kasih sayang terhadap orang lain.
Dalam uji coba yang dilakukan secara acak dan terkontrol, para guru sekolah belajar untuk lebih memahami antara emosi dan kognisi, dan untuk lebih mengenali emosi orang lain serta mengenali pola emosi mereka sendiri sehingga diharapkan mereka dapat menyelesaikan setiap permasalahan sulit secara lebih baik dalam hubungan mereka dengan siapapun terlebih dengan murid didik mereka dikelas. (ahs)
Read more: http://www.talinews.com/2012/04/sudah-saatnya-guru-guru-di-sekolah-juga.html#ixzz1sr876CyH